Tausiah Islam - Wanita ini sungguhlah beruntung disayangi
oleh manusia paling mulia ini. Pastinya siapa yang disayangi oleh Rasul adalah mereka yang beriman kepada Allah sehingga ia memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Lalu siapakah wanita yang beruntung itu?
Sayidah Fatimah merupakan putri bungsu dari keempat saudara perempuannya. Mereka semua adalah buah hati Rasulullah dengan istrinya Khadijah al-Kubra. Fatimah lahir setelah lima tahun kenabian Rasulullah dan tiga tahun setelah Isra’ Mikraj.
Selain tumbuh dari limpahan kasih sayang ibu dan ayahnya, Fatimah juga berada dalam asuhan firman-firman-Nya dan ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia. Siapa dia, wanita yang disayangi Nabi?
Suatu ketika, salah seorang sahabatnya bertanya mengenai kecintaan Rasul yang begitu besar kepada anaknya ini, Fatimah. Kemudian beliau menjawab jika mereka mengetahui apa yang Rasulullah ketahui maka mereka juga akan menyayangi Fatimah sebagaimana beliau menyayanginya. Apabila seseorang membuat Fatimah marah berarti ia juga membuat Rasul marah. Begitu juga jika ia membuat Fatimah senang berarti ia juga telah membuat Rasul senang.
Saat Fatimah berusia 6 tahun, ibunya telah meninggal. Mulai dari situ lah Fatimah yang menggantikan peran ibunya dalam mengurusi rumah tangga dan membuat kegembiraan di hati ayahnya. Karena kasih dan baktinya pada ayahnya, maka rasul pun menemaninya Ummu Abiha (ibu dari ayahnya).
Fatimah tumbuh dan didikan sepasang manusia yang mulia ini. setiap harinya dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang dari ibunya yang lembut, dewasa, dan penuh pengertian. Ia tumbuh bersama kesahajaan dan cinta seorang wanita terbaik dalam sejarah Islam, yakni Sayyidah Khadijah.
Selain dari ibunya, Fatimah juga dididik oleh seorang ayah yang sangat sabar, penuh kasih sayang dan taat pada Allah. Ia selalu melihat bagaimana Rasulullah bersabar menghadapi hinaan orang-orang kafir.
Setelah ibunya meninggal, Fatimah berubah menjadi orang yang lebih dewasa, bahkan ialah yang mengurusi segala keperluan ayahnya. Ia sangat mencintai dan menyayangi ayahnya ini. Pada suatu ketika Rasulullah pulang dari medan perang dengan wajah yang pucat dan lelah. Melihat sang ayah yang pucat, Fatimah pun menangis karena tidak tega apabila ayahnya sakit ataupun disakiti orang lain. Namun, inilah tugas kenabian yang harus dijalankan ayahnya. Nabi menyayangi wanita di padang pasir ini karena rasa cintanya pada anaknya ini.
Kecintaan Fatimah juga dapat terlihat dari kesehariannya yang menyiapkan makanan jika Rasul lapar, ia mengobati luka setelah ayahnya pulang berperang, menghibur ayahnya saat Rasul lelah dari medan perang. Ia selalu memotivasi dan mendukung Rasul dalam perjuangannya berdakwah. Karena rasa cintanya ini, bahkan Fatimah tak pernah berpikir untuk tinggal jauh dengan ayahnya karena pernikahan.
Meskipun Fatimah memiliki nasab yang mulia, tapi hal ini tidak menjamin dirinya terbebas dari ketentuan dan hukum Allah. Oleh karena itu, ia selalu beramal shaleh dan meneladani perbuatan baik ayaknya. Ia menjadi seorang yang sabar dan tegar meskipun ada orang yang menghinanya karena keimanan di dalam dirinya sudah tertancap kuat seperti ayahnya. Dikisahkan jika suatu ketika ia berada di padang pasir dan bertemu dengan kaum Qurays yang menghina dan menyakiti Fatimah, tapi ia tidak gentar dan tetap pada keimanannya. Inilah mengapa ia menjadi wanita yang disayangi Nabi.
Kesibukan dalam mengurusi urusan rumah tangga tidak membuatnya lupa akan menuntut ilmu. Ia menjadikan suaminya gerbang ilmu untuk selalu mempelajari berbagai ilmu. Bahkan, ilmunya ini kemudian diturunkan pada kedua anaknya yakni Hasan dan Husain.
Sumber: kumpulanmisteri.com
oleh manusia paling mulia ini. Pastinya siapa yang disayangi oleh Rasul adalah mereka yang beriman kepada Allah sehingga ia memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Lalu siapakah wanita yang beruntung itu?
Sayidah Fatimah merupakan putri bungsu dari keempat saudara perempuannya. Mereka semua adalah buah hati Rasulullah dengan istrinya Khadijah al-Kubra. Fatimah lahir setelah lima tahun kenabian Rasulullah dan tiga tahun setelah Isra’ Mikraj.
Selain tumbuh dari limpahan kasih sayang ibu dan ayahnya, Fatimah juga berada dalam asuhan firman-firman-Nya dan ayat-ayat Al-Qur’an yang mulia. Siapa dia, wanita yang disayangi Nabi?
Suatu ketika, salah seorang sahabatnya bertanya mengenai kecintaan Rasul yang begitu besar kepada anaknya ini, Fatimah. Kemudian beliau menjawab jika mereka mengetahui apa yang Rasulullah ketahui maka mereka juga akan menyayangi Fatimah sebagaimana beliau menyayanginya. Apabila seseorang membuat Fatimah marah berarti ia juga membuat Rasul marah. Begitu juga jika ia membuat Fatimah senang berarti ia juga telah membuat Rasul senang.
Saat Fatimah berusia 6 tahun, ibunya telah meninggal. Mulai dari situ lah Fatimah yang menggantikan peran ibunya dalam mengurusi rumah tangga dan membuat kegembiraan di hati ayahnya. Karena kasih dan baktinya pada ayahnya, maka rasul pun menemaninya Ummu Abiha (ibu dari ayahnya).
Fatimah tumbuh dan didikan sepasang manusia yang mulia ini. setiap harinya dipenuhi dengan rasa cinta dan kasih sayang dari ibunya yang lembut, dewasa, dan penuh pengertian. Ia tumbuh bersama kesahajaan dan cinta seorang wanita terbaik dalam sejarah Islam, yakni Sayyidah Khadijah.
Selain dari ibunya, Fatimah juga dididik oleh seorang ayah yang sangat sabar, penuh kasih sayang dan taat pada Allah. Ia selalu melihat bagaimana Rasulullah bersabar menghadapi hinaan orang-orang kafir.
Setelah ibunya meninggal, Fatimah berubah menjadi orang yang lebih dewasa, bahkan ialah yang mengurusi segala keperluan ayahnya. Ia sangat mencintai dan menyayangi ayahnya ini. Pada suatu ketika Rasulullah pulang dari medan perang dengan wajah yang pucat dan lelah. Melihat sang ayah yang pucat, Fatimah pun menangis karena tidak tega apabila ayahnya sakit ataupun disakiti orang lain. Namun, inilah tugas kenabian yang harus dijalankan ayahnya. Nabi menyayangi wanita di padang pasir ini karena rasa cintanya pada anaknya ini.
Kecintaan Fatimah juga dapat terlihat dari kesehariannya yang menyiapkan makanan jika Rasul lapar, ia mengobati luka setelah ayahnya pulang berperang, menghibur ayahnya saat Rasul lelah dari medan perang. Ia selalu memotivasi dan mendukung Rasul dalam perjuangannya berdakwah. Karena rasa cintanya ini, bahkan Fatimah tak pernah berpikir untuk tinggal jauh dengan ayahnya karena pernikahan.
Meskipun Fatimah memiliki nasab yang mulia, tapi hal ini tidak menjamin dirinya terbebas dari ketentuan dan hukum Allah. Oleh karena itu, ia selalu beramal shaleh dan meneladani perbuatan baik ayaknya. Ia menjadi seorang yang sabar dan tegar meskipun ada orang yang menghinanya karena keimanan di dalam dirinya sudah tertancap kuat seperti ayahnya. Dikisahkan jika suatu ketika ia berada di padang pasir dan bertemu dengan kaum Qurays yang menghina dan menyakiti Fatimah, tapi ia tidak gentar dan tetap pada keimanannya. Inilah mengapa ia menjadi wanita yang disayangi Nabi.
Kesibukan dalam mengurusi urusan rumah tangga tidak membuatnya lupa akan menuntut ilmu. Ia menjadikan suaminya gerbang ilmu untuk selalu mempelajari berbagai ilmu. Bahkan, ilmunya ini kemudian diturunkan pada kedua anaknya yakni Hasan dan Husain.
Sumber: kumpulanmisteri.com