Ketika saya sedang menuju satu ruang operasi bedah, tiba-tiba
petugas ruang operasi robek menyambutku sembari mengatakan, “Orang sakit yang berada di dalam, memberbagi kertas ini kepadaku serta mengatakan, “Berbagi kertas ini terhadap saudara Al Jubair sebelum ia mengawali operasi””.
Saya menerima kertas tersebut, apa gerangan isi tulisannya? Orang tersebut telah menulis tulisan ini saat ia menuju meja bedah, ia tuangkan segala ungkapan serta perasaannya, tidak terasa air mataku mengalir sebabnya, kedua tanganku gemetar serta seluruh badanku merinding.
Tahukah kamu apa isi kertas tersebut?
Kertas itu berisi wasiat yang ditulis oleh seseorang yang bakal menjalani operasi bedah, tulisan itu terdiri dari tiga tahap:
Wasiat pertama, ia minta terhadap istrinya supaya menginfakkan sebagian dari hartanya serta merelakan uangnya yang dipinjam orang-orang fakir miskin.
Wasiat kedua, ia meminta terhadap istrinya untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk menghafalkan Al Quran, serta menjauhkan mereka dari segala faktor yang mengabaikan semacam televisi serta lainnya.
Wasiat ketiga, ia meminta maaf terhadap istrinya atas segala kekhilafan serta kesalahan, lalu ia mendoakan istrinya semoga ia menjadi ratu para bidadari di sorga nanti.
Secara pendek itulah isi wasiat tersebut, mungkin kamu bertanya-tanya apa yang membikin saya menangis? Kenapa saya ikut amblas dalam perasaan tersebut?
Sesungguhnya tidak sedikit faktor yang menyentuh perasaanku, diantaranya adalah kematian serta fotoannya, kegundahan yang dirasakan oleh seorang muslim semacam diriku alias orang yang berada dalam situasi sadar bahwa ia sedang mendekati ajal.
Ketika saya menonton kertas ini, seolah-olah menonton seseorang yang sedang menulis wasiat serta ia sadar bahwa kematian segera menghampirinya.
Sungguh, nyatanya tidak sedikit orang semacam saya yang tidak lebih memperhatikan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam faktor menulis wasiat,
“Tidak pantas bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang bisa diwasiatkan untuk tidur dua malam, kecuali apabila wasiatnya telah ditulis” H.R.Bukhari (2738), Muslim (1627)
Sahabat KKAI, menulis wasiat bukan hanya untuk menjaga hak kamu maupun hak orang lain, bakal namun juga adalah bukti kesadaran kamu bakal dekatnya kematian, serta sebagai bukti bahwa diri kamu rutin ingat kematian.
Maka singsingkanlah lengan baju serta bersegeralah untuk beramal di jalan akhirat, sebab itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk rutin mengingat kematian dengan sarana menulis wasiat, mengunjungi pemakaman, membayangkan akhirat serta lain sebagainya. Semua itu bisa mendekatkan fotoan kematian ke mata anda, kamu terus yakin bahwa kematian tentu bakal menjemput kamu sebuahsaat nanti.
Hal inilah yang membikin saya menangis, sebab saya sadar bahwa saya serta orang-orang semacam diri saya ini telah melupakan kematian, alias mungkin terlena oleh kenikmatan dunia, serta lalai dengan kebahagiaan berkumpul dengan anak, istri serta kawan-kawan.
Sahabat KKAI…, saya menangis sebab ingat mati. Saya telah melupakan kematian alias pura-pura melupakannya, saya menangis sebab saya belum menulis wasiatku, berarti saya lalai mengingat kematian.. Saya merasa kecewa sebab telah melupakan kematian.
Hal lain yang membikinku menangis adalah wasiat orang tersebut terhadap istrinya untuk mensedekahkan sebagian hartanya serta merelakan sebagian hutang yang ditanggung oleh fakir miskin.
Saya teringat bahwa kami menjadi orang yang sangat dermawan saat kondisi kami telah sakit-sakitan, saat ajal telah mendekati serta alangkah pelitnya kami saat kami sehat wal afiat, berat rasanya melepaskan harta untuk bersedekah serta berjuang di jalan Allah.
Saya teringat alangkah kuatnya nafsu manusia mempertahankan hartanya selagi ia merasa sehat, ia mengira bahwa kematian hanya bakal mendatangi orang-orang yang sedang terbaring sakit alias orang-orang yang sedang menuju ruang robek operasi.
Wahai sahabat KKAI, saya menangis sebab merasa alangkah tidak sedikit orang-orang semacam diri saya dari kalangan muslimin, mereka yang terlena oleh kesehatan jadi lupa alias pura-pura lupa bahwa kematian itu tidak membedakan antara yang sehat serta yang sakit, kematian tidak membedakan antara yang telah tua maupun yang tetap muda.
Saya menangis saat membaca akhir wasiat tersebut, ketika orang itu meminta maaf terhadap istrinya, ia memberi tau bahwa selagi ini ia tidak sedikit menyakiti istrinya serta telah membikinnya menderita.
Kemudian saya bertanya terhadap diri sendiri serta terhadap orang-orang semacam diri saya, “Kenapa kami baru menyadari bahwa kami tidak jarang menyakiti orang lain, lalu bergegas meminta maaf kepadanya hanya saat kami sakit serta merasa kematian telah begitu dekat? Kenapa kami tetap saja menyakiti orang lain? Padahal ajal bisa menjemput kami dengan tiba-tiba.
Sebelum melangkahkan kaki untuk menyakiti orang lain, hendaklah kami menahan diri, jangan hingga kami menghadap Allah Ta’ala dengan mengangkat kesalahan sebab menyakiti orang lain yang bisa mendatangkan siksa neraka -semoga Allah melindungi kami darinya-.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Jauhilah lakukanan zhalim, sebab sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (H.R.Muslim 2587)
Beliau juga bersabda,”Barangsiapa menzhalimi (menyerobot) tanah orang lain seluas satu kilan maka tanah itu bakal dikalungkan dilehernya setidak sedikit tujuh lapis bumi” (H.R.Bukhari 2453, Muslim 1612)
Beliau juga bersabda,
“Barangsiapa menzhalimi saudaranya dengan menodai harga dia alias lainnya maka hendaklah ia segera meminta maaf, sebelum tiba saatnya tidak berkegunaaan dinar ataupun dirham, jadi -saat itu- amal shalih orang yang berbuat zhalim tersebut bakal ditidak lebihi setimpal dengan kezhalimannya. Apabila ia tidak mempunyai amal shalih maka kesalahan -dosa- orang yang ia zhalimi bakal dibebankan kepadanya” (H.R.Bukhari 2449)
Dalam hadits qudsi beliau menyatakan bahwa Allah berfirman,
“Wahai hamba Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu, lalu Aku mengharamkannya atas anda semua, maka janganlah anda saling menzhalimi” (H.R.Muslim 2557)
Sahabat KKAI, seluruh ungkapan isi hati ini timbul saat saya membaca selembar kertas ini, saya menyadari bahwa saya tidak jarang berbuat zhalim, saya serta orang-orang yang semacam saya telah terlena oleh kenikmatan hingga melupakan kematian, terlena oleh pertemuan-pertemuan hingga melupakan perpisahan.
Bagaimanapun juga, akhirnya saya wajib melaksanakan operasi tersebut, operasi ini adalah operasi paling lama yang sempat yang saya alami. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga pekerjaan berat itu.
Padahal, semula saya berfikir untuk mengabolisi operasi robek ini sebab hati saya dalam kondisi tegang serta goncang, bakal namun apa boleh buat, rongga dada orang ini telah dibedah maka mau tidak mau operasi wajib segera dimulai, dengan bertawakal terhadap Allah saya melaksanakan tugas susah ini yang pada akhirnya lelaki itu keluar dari ruang robek dengan selamat.
Pada keesokan harinya, aku serahkan kembali secarik kertas wasiat tersebut sambil mengatakan, “Saudaraku, semoga Allah Ta’ala memaafkanmu, engkau telah membikinku terenyuh saat engkau serahkan wasiat tersebut, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku serta dosa-dosamu”.
Semoga shalawat serta salam rutin dilimpahkan atas junjungan Nabi Muhammad beserta keluarga serta sahabat-sahabatnya.
petugas ruang operasi robek menyambutku sembari mengatakan, “Orang sakit yang berada di dalam, memberbagi kertas ini kepadaku serta mengatakan, “Berbagi kertas ini terhadap saudara Al Jubair sebelum ia mengawali operasi””.
Baca Juga : Gara-Gara Ngintip, Pria Ini Masuk Surga !
Saya menerima kertas tersebut, apa gerangan isi tulisannya? Orang tersebut telah menulis tulisan ini saat ia menuju meja bedah, ia tuangkan segala ungkapan serta perasaannya, tidak terasa air mataku mengalir sebabnya, kedua tanganku gemetar serta seluruh badanku merinding.
Tahukah kamu apa isi kertas tersebut?
Kertas itu berisi wasiat yang ditulis oleh seseorang yang bakal menjalani operasi bedah, tulisan itu terdiri dari tiga tahap:
Wasiat pertama, ia minta terhadap istrinya supaya menginfakkan sebagian dari hartanya serta merelakan uangnya yang dipinjam orang-orang fakir miskin.
Wasiat kedua, ia meminta terhadap istrinya untuk menjaga anak-anaknya, mendidik anak-anaknya untuk menghafalkan Al Quran, serta menjauhkan mereka dari segala faktor yang mengabaikan semacam televisi serta lainnya.
Wasiat ketiga, ia meminta maaf terhadap istrinya atas segala kekhilafan serta kesalahan, lalu ia mendoakan istrinya semoga ia menjadi ratu para bidadari di sorga nanti.
Secara pendek itulah isi wasiat tersebut, mungkin kamu bertanya-tanya apa yang membikin saya menangis? Kenapa saya ikut amblas dalam perasaan tersebut?
Sesungguhnya tidak sedikit faktor yang menyentuh perasaanku, diantaranya adalah kematian serta fotoannya, kegundahan yang dirasakan oleh seorang muslim semacam diriku alias orang yang berada dalam situasi sadar bahwa ia sedang mendekati ajal.
Ketika saya menonton kertas ini, seolah-olah menonton seseorang yang sedang menulis wasiat serta ia sadar bahwa kematian segera menghampirinya.
Sungguh, nyatanya tidak sedikit orang semacam saya yang tidak lebih memperhatikan tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam faktor menulis wasiat,
“Tidak pantas bagi seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang bisa diwasiatkan untuk tidur dua malam, kecuali apabila wasiatnya telah ditulis” H.R.Bukhari (2738), Muslim (1627)
Sahabat KKAI, menulis wasiat bukan hanya untuk menjaga hak kamu maupun hak orang lain, bakal namun juga adalah bukti kesadaran kamu bakal dekatnya kematian, serta sebagai bukti bahwa diri kamu rutin ingat kematian.
Maka singsingkanlah lengan baju serta bersegeralah untuk beramal di jalan akhirat, sebab itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk rutin mengingat kematian dengan sarana menulis wasiat, mengunjungi pemakaman, membayangkan akhirat serta lain sebagainya. Semua itu bisa mendekatkan fotoan kematian ke mata anda, kamu terus yakin bahwa kematian tentu bakal menjemput kamu sebuahsaat nanti.
Hal inilah yang membikin saya menangis, sebab saya sadar bahwa saya serta orang-orang semacam diri saya ini telah melupakan kematian, alias mungkin terlena oleh kenikmatan dunia, serta lalai dengan kebahagiaan berkumpul dengan anak, istri serta kawan-kawan.
Sahabat KKAI…, saya menangis sebab ingat mati. Saya telah melupakan kematian alias pura-pura melupakannya, saya menangis sebab saya belum menulis wasiatku, berarti saya lalai mengingat kematian.. Saya merasa kecewa sebab telah melupakan kematian.
Hal lain yang membikinku menangis adalah wasiat orang tersebut terhadap istrinya untuk mensedekahkan sebagian hartanya serta merelakan sebagian hutang yang ditanggung oleh fakir miskin.
Saya teringat bahwa kami menjadi orang yang sangat dermawan saat kondisi kami telah sakit-sakitan, saat ajal telah mendekati serta alangkah pelitnya kami saat kami sehat wal afiat, berat rasanya melepaskan harta untuk bersedekah serta berjuang di jalan Allah.
Saya teringat alangkah kuatnya nafsu manusia mempertahankan hartanya selagi ia merasa sehat, ia mengira bahwa kematian hanya bakal mendatangi orang-orang yang sedang terbaring sakit alias orang-orang yang sedang menuju ruang robek operasi.
Wahai sahabat KKAI, saya menangis sebab merasa alangkah tidak sedikit orang-orang semacam diri saya dari kalangan muslimin, mereka yang terlena oleh kesehatan jadi lupa alias pura-pura lupa bahwa kematian itu tidak membedakan antara yang sehat serta yang sakit, kematian tidak membedakan antara yang telah tua maupun yang tetap muda.
Saya menangis saat membaca akhir wasiat tersebut, ketika orang itu meminta maaf terhadap istrinya, ia memberi tau bahwa selagi ini ia tidak sedikit menyakiti istrinya serta telah membikinnya menderita.
Kemudian saya bertanya terhadap diri sendiri serta terhadap orang-orang semacam diri saya, “Kenapa kami baru menyadari bahwa kami tidak jarang menyakiti orang lain, lalu bergegas meminta maaf kepadanya hanya saat kami sakit serta merasa kematian telah begitu dekat? Kenapa kami tetap saja menyakiti orang lain? Padahal ajal bisa menjemput kami dengan tiba-tiba.
Sebelum melangkahkan kaki untuk menyakiti orang lain, hendaklah kami menahan diri, jangan hingga kami menghadap Allah Ta’ala dengan mengangkat kesalahan sebab menyakiti orang lain yang bisa mendatangkan siksa neraka -semoga Allah melindungi kami darinya-.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
“Jauhilah lakukanan zhalim, sebab sesungguhnya kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (H.R.Muslim 2587)
Beliau juga bersabda,”Barangsiapa menzhalimi (menyerobot) tanah orang lain seluas satu kilan maka tanah itu bakal dikalungkan dilehernya setidak sedikit tujuh lapis bumi” (H.R.Bukhari 2453, Muslim 1612)
Beliau juga bersabda,
“Barangsiapa menzhalimi saudaranya dengan menodai harga dia alias lainnya maka hendaklah ia segera meminta maaf, sebelum tiba saatnya tidak berkegunaaan dinar ataupun dirham, jadi -saat itu- amal shalih orang yang berbuat zhalim tersebut bakal ditidak lebihi setimpal dengan kezhalimannya. Apabila ia tidak mempunyai amal shalih maka kesalahan -dosa- orang yang ia zhalimi bakal dibebankan kepadanya” (H.R.Bukhari 2449)
Dalam hadits qudsi beliau menyatakan bahwa Allah berfirman,
“Wahai hamba Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu, lalu Aku mengharamkannya atas anda semua, maka janganlah anda saling menzhalimi” (H.R.Muslim 2557)
Sahabat KKAI, seluruh ungkapan isi hati ini timbul saat saya membaca selembar kertas ini, saya menyadari bahwa saya tidak jarang berbuat zhalim, saya serta orang-orang yang semacam saya telah terlena oleh kenikmatan hingga melupakan kematian, terlena oleh pertemuan-pertemuan hingga melupakan perpisahan.
Bagaimanapun juga, akhirnya saya wajib melaksanakan operasi tersebut, operasi ini adalah operasi paling lama yang sempat yang saya alami. Alhamdulillah akhirnya tuntas juga pekerjaan berat itu.
Padahal, semula saya berfikir untuk mengabolisi operasi robek ini sebab hati saya dalam kondisi tegang serta goncang, bakal namun apa boleh buat, rongga dada orang ini telah dibedah maka mau tidak mau operasi wajib segera dimulai, dengan bertawakal terhadap Allah saya melaksanakan tugas susah ini yang pada akhirnya lelaki itu keluar dari ruang robek dengan selamat.
Baca Juga : Jangan Lakukan 6 Hal Ini Saat ‘Berhubungan’ Dengan Pasangan
Pada keesokan harinya, aku serahkan kembali secarik kertas wasiat tersebut sambil mengatakan, “Saudaraku, semoga Allah Ta’ala memaafkanmu, engkau telah membikinku terenyuh saat engkau serahkan wasiat tersebut, semoga Allah mengampuni dosa-dosaku serta dosa-dosamu”.
Semoga shalawat serta salam rutin dilimpahkan atas junjungan Nabi Muhammad beserta keluarga serta sahabat-sahabatnya.