Histats

Aku Rela Menikah Dengannya, Demi Mendapatkan Ridha Orang Tua

Tausiah Islam - Menjadi anak kesembilan dari 14 bersaudara merupakan
hidayah yang terindah dari Sang Penyayang. Tetapi di saat usiaku menjelang 20 tahun, keputusan besar yang bakal kuambil membalikkan kehidupanku.
Baca Juga : 19 Keistimewaan Wanita Menurut Hadits (ISLAM)

Aku Rela Menikah Dengannya, Demi Mendapatkan Ridha Orang Tua

Demi Mendapatkan Ridha Orang Tua

Aku terlahir dari keluarga yang lumayan sanggup di desaku. Bahkan bundaku menyediakan seorang asisten rumah tangga untuk setiap anaknya. Ayah bundaku seorang pedagang yang lumayan berhasil saat itu.

Namun Allah SWT memberi ujian yang lumayan berat. Di saat aku ingin meneruskan sekolahku, cocok seusai lulus SMEA nyatanya ayahku mengalami kebangkrutan. Satu per satu sawah yang dimiliki ayahku habis terjual untuk membiayai keluarga kami.
Baca Juga : Memahami Hakikat Kecemasan

Untuk meringankan beban nasib keluarga, jadi ayah memberi opsi kepadaku untuk mengakhiri masa lajangku. Aku berusaha taat pada perintah orang tua ku, aku tidak ingin membikin ayah kecewa dan berusaha meringankan beban beliau. Jadi aku bersedia untuk menikah.

Kali ini yang agak berat merupakan calon suamiku merupakan opsi ayahku, sementara aku telah punya opsi kawan dekat saat itu. Sebab sekali lagi aku tidak ingin mengecewakan ayahku, jadi aku terima perjodohan ini dengan niat beribadah. Birrul walidain.

Dua insan manusia berjumpa dengan latar belakang yang sangat tidak sama bagaikan langit dan sumur. Calon suamiku berselisih sepuluh tahun dari aku, berasal dari keluarga yang tidak mampu, bahkan kalau boleh dikatakan sangat tidak mampu.

Ketika semua kelima kakakku dikumpulkan oleh ayahku, untuk dimintai masukan terkait dengan perjodohanku, jadi salah satu kakak lelaki memberi argumen mengapa dirinya setuju.

“Ayah. Saya sebagai kakak sangat setuju apabila adik Ami ini menikah dengan Amir opsi ayah. Dahulu sekali ketika Amir tetap usia 13 tahun sempat melakukan sesuatu yang menurut saya, dirinya merupakan seorang yang sangat bertanggung jawab dan jujur. Saat itu Amir sedang bermain bola bersama teman-temannya di halaman rumah kami. Tiba-tiba sebab tendangan bolanya jadi salah satu kaca jendela kita pecah”

“Sementara anak-anak yang lain berlari ketakutan, Amir justru mendekat, menemui kita pemilik rumah itu dan meminta maaf bahkan sanggup mengganti kaca itu dengan jangka waktu tertentu sebab keterbatasan finansial”

Maka akhirnya aku menikah dengan opsi ayahku atas persetujuan kakak-kakakku.

Ketika aku wajib mengikuti suami pindah ke kota lain dan mendiami rumah yang telah dibeli suami saat sebelum kita menikah, aku lumayan kaget, sekaligus sedih. Rumah ini berlantai tanah dan berdinding anyaman bambu. Sangatlah tidak sama 180 derajat dengan rumah ayahku yang luas dan berhias dinding ukiran jati.

Hampir saja aku memutuskan untuk pulang saja ke rumah orang tua ku, andai saja pesan ayahku tidak kuperhatikan.

“Kelak kalau kalian menikah jadi taatilah perintah suamimu, ikuti semua keinginannya meski wajib bertempat tinggal di celah rumah semut”

Ayah aku ingin taat kepadamu; dulu, saat ini dan hingga ajal memisahkan kita. (webmuslimah)