Tausiah Islam - Bangun pagi serta berangkat ke kantor merupakan
kegiatan rutinitas yang lumayan membosankan. Tetapi daripada membuang-buang waktu, biasanya saya menggunakannya untuk memikirkan tak sedikit faktor yang biasanya membikin saya hingga ke kantor saya tanpa terasa lama.
Ada faktor yang unik di pagi ini yang membikin saya tak dapat berhenti berpikir. Pagi ini saya melalui jalan yang telah biasa saya lewati untuk menuju tempat kerja. Di sana ada seorang anak kecil sedang belajar sepeda, serta ketika melalui polisi tidur yang ada di depannya… dirinya terjatuh.
Dia langsung berusaha secepat mungkin berdiri lagi tanpa menunjukkan tanda-tanda kesakitan sekalipun terbentuk jalan aspal yang tajam, lalu segera membenarkan posisi sepeda kecilnya.
“Wow!” saya tak sadar mengeluarkan kata itu, lalu meminggirkan sepeda motor, berpura-pura menantikan orang hanya supaya dapat semakin memperhatikan anak ini.
Ia mendorong sepedanya melalui polisi tidur itu lalu berbalik arah untuk kembali menantang polisi tidur yang tadi ‘mengalahkannya.’ Sang anak mengayuh sepedanya dengan mantap. Hari ini dirinya sukses melewatinya, tetapi sedikit tak lebih stabil serta hampir terjatuh sekalipun tetap dapat ditahan oleh kakinya sendiri
Tak lama kemudian seorang kakak perempuan menghampirinya. Sang anak meminta kakaknya untuk mengajarkan tutorial paling baik untuk mengayuh melalui polisi tidur.
Setelah itu, saya melanjutkan perjalanan ke kantor sembari berpikir. Kata-kata pertama yang melintas di pikiran saya adalah, “Anak kecil tadi lebih canggih dari tak sedikit orang besar.” Saya sengaja memakai kata ‘orang besar’, semacam yang bakal saya jelaskan di belakang nanti.
Kebanyakan orang besar berusaha menjauhi rintangan yang ada dengan melalui jalan lain. Sama semacam yang saya perbuat kemarin hari yang lalu. Saya melalui suatu jalan yang mempunyai berbagai tanjakan ataupun polisi tidur. Rasanya tak lebih menyenangkan, ditambah dengan perut terasa semacam diacak random serta tangan yang pegal sebab wajib mengontrol gas serta rem bergantian setiap detiknya.
Setiap kali lewat di sana, saya berpikir “Bagaimana caranya untuk melalui jalan ini serta hingga di tujuan saya, tetapi saya tak butuh mengalami perasaan tak enak yang ada tadi seusai tanjakan pertama?” Otak saya segera menjawab, ”Silahkan menantikan keajaiban!”
Tapi keajaiban semacam itu tak bakal datang.
Lupakan khayalan serta andalan Kamu yang terlalu mengada-ada. Tutorial paling baik serta tercepat untuk menghadapi suatu persoalan merupakan maju serta lalui rintangan itu, sama semacam sang anak kecil dengan sepedanya yang berani menantang kembali rintangan yang sebelumnya sukses menjatuhkan dirinya.
Kebanyakan orang besar alias tua tak mau mengakui bahwa kegagalan yang ada alias terjadi berasal dari dalam diri sendiri. Mereka mencari kambing hitam untuk disalahkan. Umpama ketika terjatuh semacam anak kecil tadi, mereka bakal mengeluh, “Kenapa sih polisi tidur ini wajib ada di sini?”, “Kenapa kamu wajib lewat di jalan ini maka kamu tertabrak oleh saya?”, “Kenapa dirinya wajib sukanya sama orang yang sifatnya tak sama sama saya, itu salah dia!”
Orang yang semacam itu bakal susah menonton ke dalam dirinya. Mereka cenderung menonton ke arah luar serta menyalahkan segala sesuatu.
kegiatan rutinitas yang lumayan membosankan. Tetapi daripada membuang-buang waktu, biasanya saya menggunakannya untuk memikirkan tak sedikit faktor yang biasanya membikin saya hingga ke kantor saya tanpa terasa lama.
Baca Juga : Berbagi ilmu tentang Sholat Sunnah Dhuha
Ada faktor yang unik di pagi ini yang membikin saya tak dapat berhenti berpikir. Pagi ini saya melalui jalan yang telah biasa saya lewati untuk menuju tempat kerja. Di sana ada seorang anak kecil sedang belajar sepeda, serta ketika melalui polisi tidur yang ada di depannya… dirinya terjatuh.
Baca Juga : Sebab Terjadinya Perselingkuhan
Dia langsung berusaha secepat mungkin berdiri lagi tanpa menunjukkan tanda-tanda kesakitan sekalipun terbentuk jalan aspal yang tajam, lalu segera membenarkan posisi sepeda kecilnya.
“Wow!” saya tak sadar mengeluarkan kata itu, lalu meminggirkan sepeda motor, berpura-pura menantikan orang hanya supaya dapat semakin memperhatikan anak ini.
Ia mendorong sepedanya melalui polisi tidur itu lalu berbalik arah untuk kembali menantang polisi tidur yang tadi ‘mengalahkannya.’ Sang anak mengayuh sepedanya dengan mantap. Hari ini dirinya sukses melewatinya, tetapi sedikit tak lebih stabil serta hampir terjatuh sekalipun tetap dapat ditahan oleh kakinya sendiri
Tak lama kemudian seorang kakak perempuan menghampirinya. Sang anak meminta kakaknya untuk mengajarkan tutorial paling baik untuk mengayuh melalui polisi tidur.
Setelah itu, saya melanjutkan perjalanan ke kantor sembari berpikir. Kata-kata pertama yang melintas di pikiran saya adalah, “Anak kecil tadi lebih canggih dari tak sedikit orang besar.” Saya sengaja memakai kata ‘orang besar’, semacam yang bakal saya jelaskan di belakang nanti.
Kebanyakan orang besar berusaha menjauhi rintangan yang ada dengan melalui jalan lain. Sama semacam yang saya perbuat kemarin hari yang lalu. Saya melalui suatu jalan yang mempunyai berbagai tanjakan ataupun polisi tidur. Rasanya tak lebih menyenangkan, ditambah dengan perut terasa semacam diacak random serta tangan yang pegal sebab wajib mengontrol gas serta rem bergantian setiap detiknya.
Setiap kali lewat di sana, saya berpikir “Bagaimana caranya untuk melalui jalan ini serta hingga di tujuan saya, tetapi saya tak butuh mengalami perasaan tak enak yang ada tadi seusai tanjakan pertama?” Otak saya segera menjawab, ”Silahkan menantikan keajaiban!”
Tapi keajaiban semacam itu tak bakal datang.
Lupakan khayalan serta andalan Kamu yang terlalu mengada-ada. Tutorial paling baik serta tercepat untuk menghadapi suatu persoalan merupakan maju serta lalui rintangan itu, sama semacam sang anak kecil dengan sepedanya yang berani menantang kembali rintangan yang sebelumnya sukses menjatuhkan dirinya.
Kebanyakan orang besar alias tua tak mau mengakui bahwa kegagalan yang ada alias terjadi berasal dari dalam diri sendiri. Mereka mencari kambing hitam untuk disalahkan. Umpama ketika terjatuh semacam anak kecil tadi, mereka bakal mengeluh, “Kenapa sih polisi tidur ini wajib ada di sini?”, “Kenapa kamu wajib lewat di jalan ini maka kamu tertabrak oleh saya?”, “Kenapa dirinya wajib sukanya sama orang yang sifatnya tak sama sama saya, itu salah dia!”
Orang yang semacam itu bakal susah menonton ke dalam dirinya. Mereka cenderung menonton ke arah luar serta menyalahkan segala sesuatu.