Tausiah Islam -Setiap manusia tentu telah mempunyai jalan
hidupnya masing-masing mulai dari umur, rezeki, jodoh serta juga kematiannya. Dari semuanya itu sekarang kita bakal menuturkan mengenai jodoh, seorang yang telah dituliskan untuk nasib bersanding dengan kita.
Jangan membikin persoalan yang sederhana menjadi rumit sebab kebodohan diri. Tidak butuh mempersulit persoalan yang mudah sebab menuruti asumsi serta sangkaan yang tidak berbukti. Mudahkan yang mudah, jangan mempersulit yang sukar. Letakkan segala sesuatu sesuai kadarnya. Jangan berlebihan. Sebab dampak mutlak dari setiap yang berlebihan adalah keburukan.
Menikah itu mudah. Sebab, tidak mungkin Allah Ta’ala memerintahkan sesuatu yang sukar dijalani oleh makhluk-Nya yang bernama manusia. Meskipun terbukti ada tidak sedikit faktor, tapi amat tidak layak apabila hal-hal itu dijadikan argumen untuk mempersulit pelaksanaannya.
Di antara bentuk mempersulit diri adalah pikiran bego terkait masa depan dengan dalih persiapan, padahal sejatinya adalah bentuk berpanjang angan, serta faktor itu tidak dianjurkan. Pikiran bego itu, salah satu bentuknya adalah argumen-argumen kerdil yang diciptakan oleh diri sendiri.
Misalnya, “Bagaimana apabila nyatanya dirinya tidak sebaik yang dikenalkan?”, “Jika nyatanya ia menipuku hanya sebab menginginkan kecantikan/ketampanan, harta, serta nasabku yang terhormat, bagaimana?”, “Andai nyatanya dirinya mengecewakan serta tidak sesuai impian-impian yang sempat disampaikannya?”, serta pikiran-pikiran bernada ‘andai’, ‘jika’, ‘ternyata’, serta seterusnya.
Padahal, terkait persoalan ini, Islam telah jauh-jauh hari mengaturnya dengan sangat baik. Dalam Islam, ada dua kiat khusus yang dianjurkan untuk dilakukan oleh seseorang yang hendak menikah; supaya mereka tidak sedih alias menyesali opsi yang diambilnya itu.
“Tidak bakal sedih orang yang istikharah”, lanjut Nabi, “tidak bakal rugi orang musyawarah,” serta tutup beliau, “tidak bakal melarat orang yang hemat.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani.
Maka, istikharahkanlah jodoh yang diniatkan untuk dipilih menjadi pendamping nasib Anda. Ialah sebentuk ungkapan ketidaktahuan dari seorang hamba terhadap Rabbnya Yang Mahatahu. Sebab memang, Kamu mustahil mengenal dengan cara detail jodoh yang bakal dipilih menjadi pendamping nasib itu.
Karena itu, seseorang melakukan istikharah sebagai salah satu wujud meminta pertimbangan terhadap Allah Ta’ala, supaya hatinya yakin, pikirannya mantap, serta mengupayakan segala sarana yang mempermudah dalam pelaksanaan niat baik itu.
Jika istikharah telah tunai didirikan, selanjutnya adalah musyawarah. Mintalah pertimbangan dari keluarga dekat; orang tua, sesepuh, ustadz, ataupun anak buah keluarga lain yang mempunyai pendapat nan bijaksana.
Dengarkan dengan baik, pertimbangkan dengan hati yang jernih, serta pikiran yang bijaksana; supaya Kamu dapat mempertanggungjawabkan setiap opsi yang diambil.
Pasalnya, sebijak apa pun pendapat orang lain, Andalah yang bakal melaksanakan serta merasakan langsung atas keputusan yang diambil. (keluargacinta)
hidupnya masing-masing mulai dari umur, rezeki, jodoh serta juga kematiannya. Dari semuanya itu sekarang kita bakal menuturkan mengenai jodoh, seorang yang telah dituliskan untuk nasib bersanding dengan kita.
Baca Juga : Ini Dirinya Rahasia Wajah Tampak Bercahaya
Jangan membikin persoalan yang sederhana menjadi rumit sebab kebodohan diri. Tidak butuh mempersulit persoalan yang mudah sebab menuruti asumsi serta sangkaan yang tidak berbukti. Mudahkan yang mudah, jangan mempersulit yang sukar. Letakkan segala sesuatu sesuai kadarnya. Jangan berlebihan. Sebab dampak mutlak dari setiap yang berlebihan adalah keburukan.
Baca Juga : Para Suami! Faktor Sederhana Ini Bisa Membikin Istri Terus Cinta!
Menikah itu mudah. Sebab, tidak mungkin Allah Ta’ala memerintahkan sesuatu yang sukar dijalani oleh makhluk-Nya yang bernama manusia. Meskipun terbukti ada tidak sedikit faktor, tapi amat tidak layak apabila hal-hal itu dijadikan argumen untuk mempersulit pelaksanaannya.
Di antara bentuk mempersulit diri adalah pikiran bego terkait masa depan dengan dalih persiapan, padahal sejatinya adalah bentuk berpanjang angan, serta faktor itu tidak dianjurkan. Pikiran bego itu, salah satu bentuknya adalah argumen-argumen kerdil yang diciptakan oleh diri sendiri.
Misalnya, “Bagaimana apabila nyatanya dirinya tidak sebaik yang dikenalkan?”, “Jika nyatanya ia menipuku hanya sebab menginginkan kecantikan/ketampanan, harta, serta nasabku yang terhormat, bagaimana?”, “Andai nyatanya dirinya mengecewakan serta tidak sesuai impian-impian yang sempat disampaikannya?”, serta pikiran-pikiran bernada ‘andai’, ‘jika’, ‘ternyata’, serta seterusnya.
Padahal, terkait persoalan ini, Islam telah jauh-jauh hari mengaturnya dengan sangat baik. Dalam Islam, ada dua kiat khusus yang dianjurkan untuk dilakukan oleh seseorang yang hendak menikah; supaya mereka tidak sedih alias menyesali opsi yang diambilnya itu.
“Tidak bakal sedih orang yang istikharah”, lanjut Nabi, “tidak bakal rugi orang musyawarah,” serta tutup beliau, “tidak bakal melarat orang yang hemat.” Hadits ini diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani.
Maka, istikharahkanlah jodoh yang diniatkan untuk dipilih menjadi pendamping nasib Anda. Ialah sebentuk ungkapan ketidaktahuan dari seorang hamba terhadap Rabbnya Yang Mahatahu. Sebab memang, Kamu mustahil mengenal dengan cara detail jodoh yang bakal dipilih menjadi pendamping nasib itu.
Karena itu, seseorang melakukan istikharah sebagai salah satu wujud meminta pertimbangan terhadap Allah Ta’ala, supaya hatinya yakin, pikirannya mantap, serta mengupayakan segala sarana yang mempermudah dalam pelaksanaan niat baik itu.
Jika istikharah telah tunai didirikan, selanjutnya adalah musyawarah. Mintalah pertimbangan dari keluarga dekat; orang tua, sesepuh, ustadz, ataupun anak buah keluarga lain yang mempunyai pendapat nan bijaksana.
Dengarkan dengan baik, pertimbangkan dengan hati yang jernih, serta pikiran yang bijaksana; supaya Kamu dapat mempertanggungjawabkan setiap opsi yang diambil.
Pasalnya, sebijak apa pun pendapat orang lain, Andalah yang bakal melaksanakan serta merasakan langsung atas keputusan yang diambil. (keluargacinta)