Tausiah Islam - Banyak faktor yang menyebabkan rumah tangga karam
ketika mengarungi bahtera kehidupan. Bagaimana pun juga, hal itu merupakan sebuah petaka yang sudah sepatutnya kita hindari. Sayangnya, banyak di antara kita yang tak pernah menyadari kehadiran ancaman tersebut.
Di bawah ini adalah lampu merah prahara rumah tangga.
Jarang terlihat mesra. Baik dari bahasa lisan maupun bahasa tubuh.
Pasutri yang menjalani kehidupan normal akan selalu terlihat bahagia dan mesra satu sama lain. Baik di dalam rumah atau pun di luar rumah. Ketika muncul ketidakcocokan atau rasa tidak puas salah satu dari pasangan atau keduanya, diharuskan untuk berkomunikasi dan berbicara secara terbuka satu sama lain. Banyak pasangan muda yang mendiamkan hal ini di dalam hati. Hasilnya, bukannya legowo, yang ada adalah rasa jenuh dan tidak suka terhadap pasangan. Walupun sebenarnya hal itu akan luruh bersama waktu selama masalah itu tidak dibiarkan berlarut-larut.
Melakukan segala sesuatu sendiri-sendiri.
Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk menciptakan patner dalam mengarungi kehidupan. Tanda pasutri yang sedang dilanda bencana ketidakakuran adalah saling mendiamkan satu sama lain. Imbasnya, mereka melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Tak ada lagi makan bersama. Bisa jadi suami lebih memilih makan di luar rumah karena istri tidak mau memasak, umpamanya. Atau ketika mengisi libur ahir pecan, pasutri tak merencanakan liburan mereka secara bersama-sama. Masing-masing dari keduanya merencanakan liburan masing-masing tanpa sepengatahuan pasangan.
Selalu melibatkan orang tua dalam banyak masalah
Hal-hal sepele pun diadukan ke orang tua. Hal ini biasanya terjadi pada kaum hawa. Ketika ada rasa ketidaksukaan atau marah terhadap pasangan, ada sebagian perempuan yang mengadu ke orang tua. Masih untung jika seandainya orang tua bijaksana menyikapinya. Jika tidak? Anda bisa bayangkan sendiri bagaimana masalah itu menjadi lebih runyam lagi.
Selalu menghitung untung rugi
Pasutri sudah tak punya empati terhadap pasangan. Tak ada inisiatf untuk menolong pasangan atau sekadar meringankan bebannya. Jika si suami sudah bekerja, ia tak lagi mengulurkan tangannya untuk membantu urusan rumah tangga yang ditangani sang istri. Dia merasa rugi jika harus melakukan hal itu karena dalam pikirannya, bekerja untuk mencari nafkah sudah cukup menjadi tanggung jawabnya. Begitu juga sebaliknya.
Tidak konstruktif ketika berselisih
Lebih mengedepankan emosi adalah sikap yang tak akan menyelesaikan masalah tapi justru menjadikannya semakin parah. Hadapilah setiap masalah dengan kepala dingin dan komunikasikan dengan pasangan. Sejengkel apa pun kita terhadap pasangan, komunikasi yang baik adalah jalan terbaik.
Itulah lima lampu merah yang menjadi warning prahara rumah tangga. Semoga kita selalu bisa mengantisipasi hal tersebut dengan berupaya menjadikan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Tentunya dengan saling pengertian antar pasangan dan ketawakkalan kita kepada Allah swt. (mozaik.inilah)
ketika mengarungi bahtera kehidupan. Bagaimana pun juga, hal itu merupakan sebuah petaka yang sudah sepatutnya kita hindari. Sayangnya, banyak di antara kita yang tak pernah menyadari kehadiran ancaman tersebut.
Baca Juga : Dalam Islam, Ini Hukum Menyentuh serta Mencium Organ Vital Suami
Prahara Rumah Dalam Tangga
Faktor-faktor terjadinya prahara rumah tangga tersebut diantaranya adalah karena ketidakstabilan rumah tangga alias perselingkuhan. Biasanya perselingkuhan timbul karena adanya ketidakpercayaan dan ketidakpuasan terhadap pasangan. Selain itu ada juga faktor-faktor lainnya yang banyak menghinggapi kehidupan rumah tangga.Baca Juga : Begini Tutorial Menerima Kekurangan Pasangan Anda
Di bawah ini adalah lampu merah prahara rumah tangga.
Jarang terlihat mesra. Baik dari bahasa lisan maupun bahasa tubuh.
Pasutri yang menjalani kehidupan normal akan selalu terlihat bahagia dan mesra satu sama lain. Baik di dalam rumah atau pun di luar rumah. Ketika muncul ketidakcocokan atau rasa tidak puas salah satu dari pasangan atau keduanya, diharuskan untuk berkomunikasi dan berbicara secara terbuka satu sama lain. Banyak pasangan muda yang mendiamkan hal ini di dalam hati. Hasilnya, bukannya legowo, yang ada adalah rasa jenuh dan tidak suka terhadap pasangan. Walupun sebenarnya hal itu akan luruh bersama waktu selama masalah itu tidak dibiarkan berlarut-larut.
Melakukan segala sesuatu sendiri-sendiri.
Tujuan pernikahan itu sendiri adalah untuk menciptakan patner dalam mengarungi kehidupan. Tanda pasutri yang sedang dilanda bencana ketidakakuran adalah saling mendiamkan satu sama lain. Imbasnya, mereka melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Tak ada lagi makan bersama. Bisa jadi suami lebih memilih makan di luar rumah karena istri tidak mau memasak, umpamanya. Atau ketika mengisi libur ahir pecan, pasutri tak merencanakan liburan mereka secara bersama-sama. Masing-masing dari keduanya merencanakan liburan masing-masing tanpa sepengatahuan pasangan.
Selalu melibatkan orang tua dalam banyak masalah
Hal-hal sepele pun diadukan ke orang tua. Hal ini biasanya terjadi pada kaum hawa. Ketika ada rasa ketidaksukaan atau marah terhadap pasangan, ada sebagian perempuan yang mengadu ke orang tua. Masih untung jika seandainya orang tua bijaksana menyikapinya. Jika tidak? Anda bisa bayangkan sendiri bagaimana masalah itu menjadi lebih runyam lagi.
Selalu menghitung untung rugi
Pasutri sudah tak punya empati terhadap pasangan. Tak ada inisiatf untuk menolong pasangan atau sekadar meringankan bebannya. Jika si suami sudah bekerja, ia tak lagi mengulurkan tangannya untuk membantu urusan rumah tangga yang ditangani sang istri. Dia merasa rugi jika harus melakukan hal itu karena dalam pikirannya, bekerja untuk mencari nafkah sudah cukup menjadi tanggung jawabnya. Begitu juga sebaliknya.
Tidak konstruktif ketika berselisih
Lebih mengedepankan emosi adalah sikap yang tak akan menyelesaikan masalah tapi justru menjadikannya semakin parah. Hadapilah setiap masalah dengan kepala dingin dan komunikasikan dengan pasangan. Sejengkel apa pun kita terhadap pasangan, komunikasi yang baik adalah jalan terbaik.
Itulah lima lampu merah yang menjadi warning prahara rumah tangga. Semoga kita selalu bisa mengantisipasi hal tersebut dengan berupaya menjadikan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. Tentunya dengan saling pengertian antar pasangan dan ketawakkalan kita kepada Allah swt. (mozaik.inilah)