Tausiah Islam - Kita rutin berhutang tidak sedikit cinta terhadap
anak-anak. Tidak jarang, kami memarahi mereka saat kami lelah. Kami membentak mereka padahal mereka belum sangatlah paham kesalahan yang mereka lakukan. Kami membikin mereka menangis sebab kami ingin lebih dimengerti serta didengarkan. Namun seburuk apapun kami memperlakukan mereka, segalak apapun kami terhadap mereka, semarah apapun kami sempat membentak mereka...
Kita rutin berhutang tidak sedikit kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kami bilang kami bekerja keras demi kebahagiaan mereka, namun kenyataannya merekalah yang justru menyenangkan kami dalam lelah di sisa waktu serta tenaga kita. Kami merasa bahwa kami dapat menghibur kesedihan mereka alias menghilangkan air mata dari pipi-pipi kecil mereka, namun sebetulnya kitalah yang rutin mereka bahagiakan... Merekalah yang rutin sukses membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghilangkan air mata kita.
Kita rutin berhutang tidak sedikit waktu mengenai anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kami miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, serta bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kami bersama mereka, seberapa keras kami bekerja untuk merilis kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang rutin lebih dewasa serta bijak daripada kita. Merekalah yang rutin mengajari serta mengajar kami menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Seburuk apapun kami sebagai orangtua, mereka rutin siap kapan saja untuk menjadi anak-anak paling baik yang sempat kami punya.
Kita rutin berhutang terhadap anak-anak kita... Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari alangkah buruknya tutorial kami mengelola emosi. Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kami saat mencoba menjadi manusia dewasa. Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari hidup kurang baik yang setiap hari kami buat sendiri. Anak-anak yang siapa tahu masa depannya terkorbankan gara-gara kami tidak dapat mendesain masa depan kami sendiri.
... Namun mereka masih tersenyum, mereka masih memberi kami tidak sedikit cinta, mereka rutin mencoba membikin kami bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang serta penyesalan, katakan terhadap mereka, "Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan... Maafkan apabila semua hutang ini sudah membikin Tuhan tidak berkenan. Maafkan sebab hanya pemaafan serta kebahagiaan kalianlah yang dapat membikin hidup ayah serta bunda lebih baik dari sebelumnya... Lebih baik dari sebelumnya."
anak-anak. Tidak jarang, kami memarahi mereka saat kami lelah. Kami membentak mereka padahal mereka belum sangatlah paham kesalahan yang mereka lakukan. Kami membikin mereka menangis sebab kami ingin lebih dimengerti serta didengarkan. Namun seburuk apapun kami memperlakukan mereka, segalak apapun kami terhadap mereka, semarah apapun kami sempat membentak mereka...
Baca Juga : Sebab serta Argumen Wanita Dibolehkan Meminta Cerai
Hutang Kepada Anak-Anak Kita
Mereka bakal masih mendatangi kami dengan senyum kecilnya, menghibur kami dengan tawa kecilnya, menggenggam tangan kami dengan tangan kecilnya... Seolah semuanya baik-baik saja, seolah tidak sempat terjadi apa-apa sebelumnya... Mereka rutin punya tidak sedikit cinta untuk kita, walau seringkali kami tidak membalas cinta mereka dengan cukup.Baca Juga : Kisah Suami Istri Yang Hampir Bercerai
Kita rutin berhutang tidak sedikit kebahagiaan untuk anak-anak kita. Kami bilang kami bekerja keras demi kebahagiaan mereka, namun kenyataannya merekalah yang justru menyenangkan kami dalam lelah di sisa waktu serta tenaga kita. Kami merasa bahwa kami dapat menghibur kesedihan mereka alias menghilangkan air mata dari pipi-pipi kecil mereka, namun sebetulnya kitalah yang rutin mereka bahagiakan... Merekalah yang rutin sukses membuang kesedihan kita, melapangkan kepenatan kita, menghilangkan air mata kita.
Kita rutin berhutang tidak sedikit waktu mengenai anak-anak kita. Dalam 24 jam, berapa lama waktu yang kami miliki untuk berbicara, mendengarkan, memeluk, mendekap, serta bermain dengan mereka? Dari waktu hidup kami bersama mereka, seberapa keras kami bekerja untuk merilis kebahagiaan sesungguhnya di hari-hari mereka, melukis senyum sejati di wajah mungil mereka?
Tentang anak-anak, sesungguhnya merekalah yang rutin lebih dewasa serta bijak daripada kita. Merekalah yang rutin mengajari serta mengajar kami menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Seburuk apapun kami sebagai orangtua, mereka rutin siap kapan saja untuk menjadi anak-anak paling baik yang sempat kami punya.
Kita rutin berhutang terhadap anak-anak kita... Anak-anak yang setiap hari menjadi korban dari alangkah buruknya tutorial kami mengelola emosi. Anak-anak yang terbakar residu ketidakbecusan kami saat mencoba menjadi manusia dewasa. Anak-anak yang menanggung konsekuensi dari hidup kurang baik yang setiap hari kami buat sendiri. Anak-anak yang siapa tahu masa depannya terkorbankan gara-gara kami tidak dapat mendesain masa depan kami sendiri.
... Namun mereka masih tersenyum, mereka masih memberi kami tidak sedikit cinta, mereka rutin mencoba membikin kami bahagia.
Maka dekaplah anak-anakmu, tataplah mata mereka dengan kasih sayang serta penyesalan, katakan terhadap mereka, "Maafkan untuk hutang-hutang yang belum terbayarkan... Maafkan apabila semua hutang ini sudah membikin Tuhan tidak berkenan. Maafkan sebab hanya pemaafan serta kebahagiaan kalianlah yang dapat membikin hidup ayah serta bunda lebih baik dari sebelumnya... Lebih baik dari sebelumnya."