Histats

Benarkah Meremas-remas Tangan Istri Berpahala, Sekaligus Penggugur Dosa

Tausiah Islam - SEBUAH keluarga dapat barakah apabila di dalamnya ada
sakinah. Mereka merasakan ketenteraman. Dalam keadaan diguncang kesulitan alias dikarunia kesuksesan, suami dan istri merasakan ketenteraman saat berdekatan. Ketika suami datang dengan wajah kusam berlipat-lipat, istri memberi sambutan hangat besemangat. Wajahnya masih teduh dan penuh perhatian jadi suami terus sayang.
Baca Juga : Iblis Menurut Pandangan Islam

Benarkah Meremas-remas Tangan Istri Berpahala, Sekaligus Penggugur Dosa


Jika Kamu memiliki istri demikian, bersyukurlah. Kamu telah memperoleh kunci kebahagiaan. “Tiga kunci kebahagiaan seorang laki-laki adalah istri shalihah yang apabila dipandang membuatmu terus sayang dan apabila kamu berangkat membuatmu merasa aman, dirinya dapat menjaga kehormatanmu, dirinya dan hartamu; kendaraan yang baik yang dapat mengantar ke mana kamu pergi; dan rumah yang damai yang penuh kasih sayang.
Baca Juga : Arti, Keutamaan Dan Tata Cara Berdzikir


Tiga perkara yang membuatnya sengsara adalah istri yang tak membuatmu tersanjung apabila dipandang dan tak dapat menjaga lidahnya juga tak mem-buatmu merasa aman apabila kamu berangkat sebab tak dapat men-jaga kehormatan diri dan hartamu; kendaraan rusak yang apabila digunakan hanya membuatmu merasa lelah tetapi apabila kamu tinggalkan tak dapat mengantarmu pergi; dan rumah yang sempit yang tak kamu temukan kedamaian di dalamnya.”

Kalau keluarga Kamu penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah atas keluarga Anda, jadi Kamu bakal mendapati rumah tangga yang diliputi oleh mawaddah wa rahmah (ketulusan cinta dan kasih-sayang). Kalau suami resah, ada pangkuan istri yang siap merengkuh dengan segenap pera-saannya. Kalau istri gelisah, ada suami yang siap menampung airmata dengan dekapan hangat di dada, dan usapan tangan yang memberi ketenteraman dan perlindungan.

Tanpa adanya sakinah, mawaddah wa rahmah, keluarga susah mencapai barakah dan penuh dengan kebarakahan. Suami-istri tak dapat saling mencurahkan kasih-sayang dengan cara penuh.

 Mereka tak dapat saling menerima, mempercayai dan memaafkan kekurangan-kekurangan, padahal setiap ki-ta rutin punya kekurangan. Di sini keluarga dipenuhi oleh keluh-kesah dan kekecewaan. Bukan oleh keadaan ekonomi, melainkan oleh ketidakpuasan terhadap kawan hidupnya beserta keluarganya. Jadi interaksi antar keduanya menjadi kering, sangat periferal. Bukan dari hati ke hati, jadi saling merindukan. Berangkat tiga hari saja tak ditunggu-tunggu kedatangannya. Apalagi sekadar telat pulang satu alias dua jam.

Dalam keadaan yang demikian, keluarga tak menjadi tempat paling baik untuk membesarkan anak dan menumbuh-kan kekuatan jiwa mereka. Rumah menjadi tempat yang sempit, jadi anak-anak dan suami tak menemukan kedamaian di dalamnya. Meskipun dengan cara fisik, rumah lumayan besar dan megah.
Jadi, apabila Kamu mendo’akan barakah, insya-Allah Kamu juga mendo’akan sakinah, mawaddah wa rahmah bagi keluarga yang bakal dibuat oleh pengantin baru itu.

Anda juga mendo’akan mereka memperoleh keturunan yang barakah. Biar anak tak sedikit asal barakah, sungguh sangat

alhamdulillah.

Mendo’akan barakah sama semacam menyuruh shalat. Kalau Kamu menyuruh saya melakukan shalat, berarti Kamu juga menyuruh saya untuk berwudhu alias malah mandi jinabah apabila saya sedang berhadas besar. Sebab, tak dapat saya melakukan shalat kalau saya berhadas.
Kalau Kamu mengusulkan saya shalat dengan khusyuk dan tenang, berarti Kamu juga mengusulkan saya menghi-langkan perintang-perintang ketenangan.

Kamu masih dapat shalat, tetapi ketika isya’ itu perut Kamu melilit-lilit shalat Kamu tak dapat tenang. Sebab itu makanlah lebih dulu. Semoga shalat Kamu lebih sempurna.

Tetapi kalau Kamu menyuruh seseorang mandi, tak dengan cara otomatis menyuruh seseorang itu shalat. Begitu juga kalau Kamu mendo’akan tak sedikit anak, belum pasti barakah. Malah anak dapat menjadi fitnah yang menyusahkan orangtua dunia akhirat.

Ini tak berarti Kamu tak boleh meraih kesenangan dan bercanda dengan anak istri. Malah sebagaiman ditunjukkan di awal tulisan ini, kami tak sedikit ditunjukkan dan “diperintahkan” untuk memperoleh kesenangan-kesenangan itu. Bahkan, berjima’ pun bernilai ibadah.

Kalau Kamu berhubungan intim, Kamu bakal mendapat pahala shalat Dhuha. Kalau Kamu meremas-remas jemari istri dengan remasan sayang, dosa-dosa Kamu berdua berguguran. Kalau Kamu membahagiakan istri jadi hatinya tersanjung dan diliputi suka cita, Kamu hampir-hampir sama dengan menangis sebab takut terhadap Allah. SubhanaLlah. Maha Suci Allah. Ia memberi keindahan. Ia juga memberi pahala dan ridha-Nya.

“Barangsiapa mengasyikan hati seorang wanita (istri), “kata Rasulullah Saw., ” seolah-olah menangis sebab takut terhadap Allah. Barangsiapa menangis sebab takut ke-pada Allah, jadi Allah mengharamkan tubuhnya dari neraka.”

“Sesungguhnya ketika seorang suami memperhatikan istrinya dan istrinya memperhatikan suaminya,” kata Nabi Saw. menjelaskan, “maka Allah memperhatikan mereka berdua dengan perhatian penuh rahmat. Manakala suaminya merengkuh telapak tangannya (diremas-remas), jadi bergu-guranlah dosa-dosa suami-istri itu dari sela-sela jari-jema-rinya.” (Diriwayatkan Maisarah bin Ali dari Ar-Rafi’ dari Abu Sa’id Al-Khudzri r.a.).

Bahkan, pahala yang didapatkan ketika bersetubuh de-ngan istri dapat mencapai tingkat pahala mati terbunuh dalam perang di jalan Allah. Nabi kami Muhammad al- ma’shum bersabda, “Sesungguhnya seorang suami yang mencampuri istrinya, jadi pencampurannya (jima’) itu dicatat memperoleh pahala semacam pahala anak lelaki yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh.”

Mengenai hadis yang disebut terbaru ini, saya tak menemukan keterangan lebih lanjut. Tetapi dari beberapa hadis mengenai jima’ dan bercumbu, kami mendapati bahwa ke-duanya adalah sesuatu yang dihormati dan bagi yang melakukannya dengan cara sah, Allah memberi pahala yang besar. Bahkan, orang yang meninggalkan jima’ dapat “keluar dari Islam” (tidak tergolong ummat Muhammad) manakala tindakannya menyebabkan suami alias istri mengalami pen-deritaan.

Wallahu A’lam bishawab.

[Sumber: Kupinang dengan Hamdallah/Muhammad Fauzhiel Adhiem/IslamPos]
www.bringislam.web.id