Tausiah Islam - Dalam berbagai kitab klasik semacam ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân
Huqûq al-Zaujain, berkata alias bersuara pada saat jima’ merupakan faktor yang dilarang. Sebagian muslim serta muslimah juga berpegang pada pandangan ini maka tak berani bersuara, tergolong mengeluarkan rintihan, saat bercinta. Benarkah demikian?
Salim A. Fillah dalam bukunya Barakallahu Laka... Bahagianya Memperingati Cinta -tanpa mengurangi apresiasi kepada Syaikh Muhammad Umar An Nawawi Al Bantani yang sudah menulis kitab tersebut- memaparkan bahwa larangan
bersuara pada saat jima’ nyatanya bertentangan dengan riwayat shahih yang membahas praktik generasi sahabat.
Abd bin Humaid meriwayatkan dari Ibnu Mundzir sebagaimana dikutip Imam As Suyuthi dalam Ad Durrul Mantsur bahwa sahabat sekaligus penulis wahyu yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, sempat sebuah kali menjima’ istrinya. Tiba-tiba sang istri mengeluarkan desahan napas serta rintihan yang penuh gairah maka ia sendiri pun menjadi malu pada suaminya. Namun Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, “Tidak apa-apa, tak maka masalah. Sungguh demi Allah, yang paling luar biasa pada diri kalian merupakan desahan napas serta rintihan kalian.”
Senada dengan riwayat tersebut, faqihnya sahabat, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu sempat ditanya mengenai hukum rintihan serta desahan saat berjima’. Beliau menjawab, “Apabila kalian menjima’ istrimu, berbuatlah sesukamu.”
Demikianlah praktek serta fatwa sahabat. Nyatanya mereka membolehkan rintihan serta desahan saat bercinta. Walau demikian, suami istri butuh memastikan supaya suara mereka saat bercinta itu tak hingga terdengar orang lain, tergolong anak-anaknya.
Huqûq al-Zaujain, berkata alias bersuara pada saat jima’ merupakan faktor yang dilarang. Sebagian muslim serta muslimah juga berpegang pada pandangan ini maka tak berani bersuara, tergolong mengeluarkan rintihan, saat bercinta. Benarkah demikian?
Baca Juga : Inilah 10 Ciri- Ciri Wanita Calon Penghuni Neraka
Salim A. Fillah dalam bukunya Barakallahu Laka... Bahagianya Memperingati Cinta -tanpa mengurangi apresiasi kepada Syaikh Muhammad Umar An Nawawi Al Bantani yang sudah menulis kitab tersebut- memaparkan bahwa larangan
Baca Juga :Subahanallah; Inilah Video Pertama yang Menunjukan Tahap dalam Ka’bah
bersuara pada saat jima’ nyatanya bertentangan dengan riwayat shahih yang membahas praktik generasi sahabat.
Abd bin Humaid meriwayatkan dari Ibnu Mundzir sebagaimana dikutip Imam As Suyuthi dalam Ad Durrul Mantsur bahwa sahabat sekaligus penulis wahyu yang mulia, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, sempat sebuah kali menjima’ istrinya. Tiba-tiba sang istri mengeluarkan desahan napas serta rintihan yang penuh gairah maka ia sendiri pun menjadi malu pada suaminya. Namun Muawiyah bin Abi Sufyan berkata, “Tidak apa-apa, tak maka masalah. Sungguh demi Allah, yang paling luar biasa pada diri kalian merupakan desahan napas serta rintihan kalian.”
Senada dengan riwayat tersebut, faqihnya sahabat, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu sempat ditanya mengenai hukum rintihan serta desahan saat berjima’. Beliau menjawab, “Apabila kalian menjima’ istrimu, berbuatlah sesukamu.”
Demikianlah praktek serta fatwa sahabat. Nyatanya mereka membolehkan rintihan serta desahan saat bercinta. Walau demikian, suami istri butuh memastikan supaya suara mereka saat bercinta itu tak hingga terdengar orang lain, tergolong anak-anaknya.