Anak adalah titipan ilahi serta sekaligus mandat dari Sang Maha Pencipta
, namun sebab kesibukan kami mencari nafkah untuk keluarga sehari-hari hingga-sampai kami tak bisa menyediakan sedikit waktu untuk sekedar memperhatikan hak seorang anak untuk memperoleh perhatian, kasih sayang dari seorang ayah alias ibunya.
Mungkin dari kisah nyata berikut ini bisa kami ambil hikmah yang bisa kami ambil serta sebagai cermin bagi kami semua.
Semacam biasa Rudi, Kepala Cabang di suatu perusahaan swasta terkemuka di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tak semacam biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia telah menantikan lumayan lama.
"Kok, belum tidur ?" sapa Rudi sambil mencium anaknya.
Biasanya Imron terbukti telah lelap ketika ia pulang serta baru terjaga ketika ia bakal pergi ke kantor pagi hari.
Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?"
"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ujar Imron singkat.
"Oke. Kalian boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja kurang lebih 10 jam serta dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu serta Minggu libur, kadang Sabtu Papa tetap lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"
Imron berlari mengambil kertas serta pensilnya dari meja belajar
sementara Papanya melepas sepatu serta menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.
"Wah, pinter kamu. Telah, kini cuci kaki, tidur" perintah Rudi
Namun Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"
"Telah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Serta mau mandi dulu. Tidurlah".
"Tapi Papa......."
Kesabaran Rudi pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Rudi nampak rugii hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring serta mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi mengatakan, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Imron. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Rudi.
"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Kelak aku kembalikan kalau telah menabung lagi dari uang jajan selagi minggu ini".
"Iya, iya, tapi buat apa ?" tanya Rudi lembut.
"Aku menantikan Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja... Mami tak jarang bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi sebab Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku wajib ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku tak lebih Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Imron polos.
Rudi pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dirinya baru menyadari, nyatanya limpahan harta yang dirinya berbagi selagi ini, tak lumayan untuk "membeli" ketersanjungan anaknya.
, namun sebab kesibukan kami mencari nafkah untuk keluarga sehari-hari hingga-sampai kami tak bisa menyediakan sedikit waktu untuk sekedar memperhatikan hak seorang anak untuk memperoleh perhatian, kasih sayang dari seorang ayah alias ibunya.
Baca Juga : Teruntuk Suamiku Tersayang
Mungkin dari kisah nyata berikut ini bisa kami ambil hikmah yang bisa kami ambil serta sebagai cermin bagi kami semua.
Semacam biasa Rudi, Kepala Cabang di suatu perusahaan swasta terkemuka di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tak semacam biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya. Nampaknya ia telah menantikan lumayan lama.
"Kok, belum tidur ?" sapa Rudi sambil mencium anaknya.
Biasanya Imron terbukti telah lelap ketika ia pulang serta baru terjaga ketika ia bakal pergi ke kantor pagi hari.
Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Imron menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?"
"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ujar Imron singkat.
"Oke. Kalian boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja kurang lebih 10 jam serta dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu serta Minggu libur, kadang Sabtu Papa tetap lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"
Imron berlari mengambil kertas serta pensilnya dari meja belajar
sementara Papanya melepas sepatu serta menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.
"Wah, pinter kamu. Telah, kini cuci kaki, tidur" perintah Rudi
Namun Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"
"Telah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek. Serta mau mandi dulu. Tidurlah".
"Tapi Papa......."
Kesabaran Rudi pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.
Usai mandi, Rudi nampak rugii hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.
Sambil berbaring serta mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi mengatakan, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Imron. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp. 5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Rudi.
"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Kelak aku kembalikan kalau telah menabung lagi dari uang jajan selagi minggu ini".
"Iya, iya, tapi buat apa ?" tanya Rudi lembut.
"Aku menantikan Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja... Mami tak jarang bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,- tapi sebab Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku wajib ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku tak lebih Rp. 5.000,- makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Imron polos.
Baca Juga : Seni Meminta Maaf Kepada Suami
Rudi pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dirinya baru menyadari, nyatanya limpahan harta yang dirinya berbagi selagi ini, tak lumayan untuk "membeli" ketersanjungan anaknya.