Histats

Ketika Seorang Wanita Memberi Nasihat

Nasihat yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan as-Sunnah
niscaya akan memberikan manfaat bagi hidup seseorang. Sebaliknya, nasihat yang tidak selaras dengan ilmu pengetahuan yang tercantum di Al-Qur’an serta as-Sunnah akan mengakibatkan malapetaka. Sebab bisa jadi nasihat tersebut adalah bisikan setan yang terkutuk. Abu Ruqoyyah Tamim bin Aus Ad-Daary RA meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rosulullah SAW bersabda: “agama adalah nasihat.” Lalu kami pun bertanya: “bagi siapa wahai Rosulullah?” Dan Rosulullah menjawab:” Bagi Allah, kitabNya, RosulNya, dan pemimpin kaum muslimin juga untuk kaum muslim secara umum.” (HR. Muslim).
Baca Juga : 3 Tingkatan Manusia dalam Mendapat Rezeki (Rezeki yang Dijanjikan)

Ketika Seorang Wanita Memberi Nasihat


Sebagian besar dari kita berhak bertanya kemudian, siapakah yang berkewajiban menyampaikan sebuah nasihat yang bermanfaat itu? Apakah hanya kaum laki-laki saja yang bertugas memberikan nasihat? Atau justru kewajiban tersebut juga menyangkut penyampai nasihat dari kaum perempuan? Tersebutlah beberapa kisah yang menceritakan bahwa wanita pun mampu berkontribusi dalam menyebarkan nasihat amar ma’ruf nahi munkar. Dikisahkan pada zaman Bani Israil, seorang pria faqih, ‘alim, abid, dan mujtahid, baru saja mendapatkan ujian dari Allah SWT.

Istri pria tersebut meninggal dunia. Ia teramat mengagumi dan mencintai istrinya sehingga kepergian sang istri sangat memukul hatinya. Masih tak percaya pada kenyataan bahwa istri tercinta telah meninggal, pria itu lantas mengurung diri dan mengunci pintu rapat-rapat.

Tiada satu orang pun yang dapat menemuinya karena ia memilih memutus hubungan dengan sesamanya. Berita tentang kesedihan pria itu kemudian sampai di telinga seorang wanita yang cerdik. Datanglah si wanita bermaksud untuk menemui Sang Alim. Sayangnya, tidak ada orang yang menghiraukan dan ia pun kesulitan menemui pria itu.

Wanita cerdik tersebut tetap bersabar menunggu di depan pintu dan berujar bahwa ia ingin mendengar fatwa Sang Alim. Lagi dan lagi niatnya tidak ditanggapi oleh orang-orang di sana bahkan oleh Sang Alim sendiri. Tetapi dengan teguh si wanita ingin menemuinya dan tak menghendaki adanya perantara. Melainkan harus bertemu secara langsung. Ia enggan beranjak dari depan pintu hingga akhirnya Sang Alim mempersilakan wanita itu untuk masuk. Mulailah si wanita mengutarakan permasalahannya pada Sang Alim. Bahwasanya ia meminjam perhiasan pada tetangganya dan telah memakai perhiasan tersebut dalam waktu yang lama. Lalu tetangga pemilik perhiasan itu memerintahkan seseorang untuk mengambil kembali barang miliknya.

Seketika Sang Alim menjawab permasalahan itu, agar si wanita segera mengembalikan perhiasannya sekalipun telah lama mengenakannya. Sebab perhiasan yang dipinjamnya adalah hak pemiliknya. Lalu wanita cerdik itu bertanya: “kenapa engkau berat hati mengembalikan yang telah Allah SWT titipkan kepadamu? Allah SWT ingin mengambil titipanNya kembali, sedang Dia tentu lebih berhak mengambilnya dari engkau?” Nasihat wanita cerdik itu lalu menyadarkan Sang Alim atas ujian yang menimpanya.

Allah SWT menguji iman dan taqwa hamba-hambaNya dengan ujian dan cobaan berupa musibah. Dengan ujian tersebut Allah SWT tahu siapa hambaNya yang bersabar dan yang tidak bersabar. Pada dasarnya manusia membutuh kesabaran untuk menghadapi setiap hambatan maupun musibah yang ditemuinya. Setiap hamba yang bersabar akan mendapat ganjaran berupa pahala dari Allah SWT dan tingkatan iman serta taqwa yang lebih baik tingkatannya. Rosululloh SAW mengajarkan pada umat Islam agar senantiasa membaca doa ketika kita tertimpa musibah. Bahwa sesungguhnya kita semua adalah milik Allah SWT dan kepadaNya jua kita akan kembali. Barang siapa yang bersabar atas musibah yang menimpanya, niscaya Allah SWT akan memberi ganti yang lebih baik.

Adanya cobaan maupun musibah merupakan kenikmatan hidup yang tetapharus disyukuri seorang muslim. Sebab dari sanalah setiap manusia dapat mempelajari arti syukur dan bersabar yang kemudian bisa menjadikan kualitas hidupnya meningkat lebih baik. Tentu saja kualitas hidup yang dimaksud adalah hubungannya dengan Allah SWT, agama, dan sesama manusia.

Namun tidak sedikit pula manusia yang merasa ujian hidupnya terlalu berat sehingga dia lupa akan hakikat takdir Allah SWT. Bagi golongan manusia yang demikian, adanya cobaan dari Allah SWT tidak membawanya menjadi hamba yang lebih baik. Sebaliknya mereka kian menyimpang dari syariat, seperti berteriak histeris, mengucapkan kata-kata terlarang, dan memukul wajah sendiri layaknya kebiasaan manusia jahiliyah.

Manusia memang mahluk lemah dan tak berdaya dibanding dengan Sang Pencipta. Hingga wajar jika mereka bersedih saat kehilangan orang-orang yang amat dicintainya. Tetapi kesedihan yang melampaui batas tidak diperkenankan oleh ajaran Islam. Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Al Bukhari, “Mata boleh menangis, hati boleh bersedih, tetapi kita tak boleh berkata kecuali hanya perkataan yang diridhai Rabb. Orang yang berada di titik kesusahan dan kesedihan setelah keshilangan orang yang disayanginya akan sangat mudah menganggap hidup ini tidak adil baginya.

Pemikiran semacam ini bisa muncul tak lain karena adanya bisikan setan yang terkutuk. Setaan selalu lihai mencari celah dan kesempatan untuk menjerumuskan keturunan Adam. Maka dari itu kita manusia sebijaknya memahami arti pentingnya saling menasihati antar sesama agar tak terjebak dalam bisikan setan dan menyesal di akhirat nanti. Dalam perihal saling memberikan nasihat, kita harus memperhatikan cara dan hal-hal yang benar. Misalnya saja, cara yang dilakukan untuk menasihati seorang penguasa tentu berbeda dengan menasihati orang awam atau rakyat biasa. Demikian pula ketika kita menasihati orang yang lebih tua akan berbeda metode dengan menasihati anak-anak.

Hal yang sangat penting menyangkut cara pemberian nasihat yaitu hendaknya kita menasihati orang lain dengan kelembutan dan kata-kata yang persuasif. Sebaiknya hindari kesan terlalu menggurui ketika menyampaikan nasihat karena hal ini akan membuat penerima nasihat justru merasa tertekan. Dan pemberian nasihat yang benar sebaiknya tidak dilakukan dalam keramaian atau di depan khalayak, sebagaimana yang dicontohkan oleh wanita cerdik di atas. Diharapkan dengan cara-cara yang lembut dan tidak kasar serta menekan, orang yang kita nasihati bisa terbuka kesadarannya dan kembali ke jalan yang dibenarkan agama Islam.
Baca Juga : Anak Durhaka Kepada Orang Tua

Sebab tidak ada seorang hamba Allah SWT yang bisa luput dari kesalahan dan hal tercela walaupun dia adalah seorang alim. Kita harus bijak melihat bahwa seorang alim dasarnya adalah manusia biasa, meski mereka mengajarkan ilmu tentang kebaikan, tapi bisa saja para alim ini berbuat kesalahan dan lalai atas ilmu yang diajarkannya. Perlu dipahami pula bahwa kewajiban menyampaikan nasihat tidak semata milik kaum laki-laki. Barang siapa yang telah memiliki pemahaman atas suatu perkara beserta solusi yang sesuai dengan syariat, hendaklah dia membagi nasihat tersebut pada sesamanya.

Maka dapat disimpulkan kaum wanita yang mana memiliki ilmu dan memahami kaidah-kaidahnya juga dapat memberikan nasihat pada orang lain. Sehingga baik pria maupun wanita yang merasa mampu, berilah nasihat pada orang yang dalam kesulitan masalah yang sedang menimpanya