Membangun sebuah rumah tangga bagi sebagian orang bukanlah
perkara mudah. Ketika sudah menikah nanti, seseorang sudah harus bertanggungjawab penuh terhadap pasangannya. Tidak lagi memikirkan diri sendiri, namun juga orang yang menjadi pendampingnya kelak.
Bagi banyak kalangan, hal ini tentu bukan masalah. Namun sebagian banyak yang beranggapan bahwa kehidupan berkeluarga terlalu berat. Sehingga mereka memutuskan untuk membujang selama hidupnya.
perkara mudah. Ketika sudah menikah nanti, seseorang sudah harus bertanggungjawab penuh terhadap pasangannya. Tidak lagi memikirkan diri sendiri, namun juga orang yang menjadi pendampingnya kelak.
Bagi banyak kalangan, hal ini tentu bukan masalah. Namun sebagian banyak yang beranggapan bahwa kehidupan berkeluarga terlalu berat. Sehingga mereka memutuskan untuk membujang selama hidupnya.
Ternyata keputusan untuk membujang tersebut dilarang oleh agama. Bahkan Rasulullah secara tegas tidak mengizinkan umatnya untuk hidup sendiri tanpa pasangan. Apabila ada kaum muslim yang membenci hal tersebut, maka ia tidak termasuk ke dalam kaum Rasulullah SAW.
Ada di antara mereka yang tidak mau menikah disebabkan karena sakit atau rasa takut tidak mampu mencari nafkah untuk keluarganya kelak. Ada juga yang terlalu sibuk dengan ibadah dan menuntut ilmu serta membujang karena memang tidak memiliki keinginan untuk menikah.
Sebenarnya bagaimana ajaran Islam memandang perkara hidup membujang dan bagaimana hukumnya? Tenyata ada bahaya tersendiri bagi mereka yang memutuskan untuk membujang dan hidup sendiri seumur hidupnya. Apakah hukum dan bahayanya? Berikut informasi selengkapnya.
Ternyata Rasulullah pernah tidak memperbolehkan seorang lelaki untuk tabattul atau hidup membujang. Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkan ‘Utsman bin Mazh’un untuk tabattul (hidup membujang), kalau seandainya beliau mengizinkan tentu kami (akan bertabattul) meskipun (untuk mencapainya kami harus) melakukan pengebirian.” (HR. Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402).
Ada di antara para sahabat Rasulullah yang memiliki tekad untuk tidak menikah dan mereka ingin sibuk dalam urusan ibadah. Anas bin Malik berkata,
“Ada tiga orang yang pernah datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberitahu, tanggapan mereka seakan-akan menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa-biasa saja.
Mereka berkata, “Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal dosa beliau yang lalu dan akan datang telah diampuni.”
Salah satu dari mereka lantas berkata, “Adapun saya, saya akan shalat malam selamanya.”
Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa terus menerus, tanpa ada hari untuk tidak puasa.”
Yang lain berkata pula, “Saya akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kaliankah yang berkata demikian dan demikian. Demi Allah, aku sendiri yang paling takut pada Allah dan paling bertakwa pada-Nya. Aku sendiri tetap puasa namun ada waktu untuk istirahat tidak berpuasa. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan ada waktu untuk tidur. Aku sendiri menikahi wanita. Siapa yang membenci ajaranku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)
Yang dimaksud hadits ‘siapa yang membenci ajaranku …’ sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar,
“Siapa yang meninggalkan jalanku, lalu menempuh jalan selainku, maka tidak termasuk golonganku.” (Fathul Bari, 9: 105)
Dari hadist di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa menikah termasuk dalam ajaran Islam dan tidak boleh dibenci. Apabila ada kaum muslim yang membenci hal tersebut maka ia tidak termasuk ke dalam kaum Rasulullah SAW. Disebutkan kembali oleh Ibnu Hajar,
Ketika menjelaskan salah satu hadits dalam kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al Asqolani pada bahasan Nikah, Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan hafizhahullah menyebutkan, “Terlarang melakukan tabattul yaitu meninggalkan untuk menikah dikarenakan ingin menyibukkan diri untuk beribadah dan menuntut ilmu padahal mampu ketika itu. Larangan di sini bermakna tahrim (haram).” (Minhatul ‘Allam, 7: 182).
“Jalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah lurus dan memberikan banyak kelonggaran. Dalam ajaran beliau masih dibolehkan tidak puasa, supaya benar-benar kuat jalani puasa. Dalam Islam masih boleh tidur supaya kuat menjalani shalat malam. Dalam Islam diperbolehkan pula untuk menikah untuk mengekang syahwat, menjaga kesucian diri dan memperbanyak keturunan.” (Fathul Bari, 9: 105)
Demikianlah informasi mengenai hukum dan bahaya lama hidup membujang. Oleh karena itu, apabila sudah merasa mampu untuk menikah, maka menikahlah. Sebab pernikahan selain bernilai pahala juga bisa menghindarkan manusia dari dosa dan maksiat.
Sumber : infoyunik.com