Berhubungan Intim Saat Haid - Muslimah, keharaman berhubungan intim, dalam arti penetrasi (intercourse) terhadap istri yang sedang haid didasarkan pada sumber hukum yang qath’i (pasti). Sumber utamanya adalah Al-Qur’an, surah Al-Baqarah [2], ayat ke-222, yang secara tegas mengatakan: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah: ‘Haid itu adalah suatu kotoran.’ Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari perempuan di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
Ayat ini diturunkan sehubungan dengan pertanyaan sahabat Anas bin Mâlik ra kepada Rasulullah saw. Dalam hadits riwayat Imam Muslim dan Tirmidzi, diceritakan bahwa Anas bin Mâlik ra menghadap Rasulullah saw. Dia menceritakan kepada baginda Rasul bahwa umat Yahudi terbiasa mengasingkan istrinya yang sedang haid di sebuah paviliun yang terpisah dari rumah utama. Mereka tidak makan, tidak minum, bahkan tidak tidur bersama istrinya itu sampai yakin benar darah haid istrinya telah terhenti.
Nabi Muhammad saw kemudian mendapat wahyu, yang selengkapnya tertuang pada ayat ke-222 surah al-Baqarah. Beliau mengatakan agar tetap makan, minum, serta bergaul dan melakukan apa pun dalam satu rumah bersama istri, sekalipun mereka sedang haid, terkecuali melakukan jimak pada kemaluannya.
Terkait tafsir surah al-Baqarah ayat ke-222, Imam Muhammad ‘Alî ash-Shâbuniy dalam Rawâi’u al-Bayân Tafsîr Âyât Ahkâm (1980: 299-300) mengurai adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama. Perdebatan terfokus pada batas-batas mana saja yang menjadi larangan bagi suami untuk “mendekati” istrinya yang sedang haid. Perbedaan tafsir tak terelakkan ketika para ulama lebih jauh menelisik dan menyimpulkan hukum antara berpijak pada bunyi redaksi (manthûq) dan substansi (mafhûm) ayat tersebut.
Tausiah Islam
Informasi Dunia Islam
Baca Juga : Apakah Sama Jilbab dan Kerudung???
Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”
Baca Juga : Jauhi 8 Sifat Istri yang Dibenci Suami
Ayat ini diturunkan sehubungan dengan pertanyaan sahabat Anas bin Mâlik ra kepada Rasulullah saw. Dalam hadits riwayat Imam Muslim dan Tirmidzi, diceritakan bahwa Anas bin Mâlik ra menghadap Rasulullah saw. Dia menceritakan kepada baginda Rasul bahwa umat Yahudi terbiasa mengasingkan istrinya yang sedang haid di sebuah paviliun yang terpisah dari rumah utama. Mereka tidak makan, tidak minum, bahkan tidak tidur bersama istrinya itu sampai yakin benar darah haid istrinya telah terhenti.
Nabi Muhammad saw kemudian mendapat wahyu, yang selengkapnya tertuang pada ayat ke-222 surah al-Baqarah. Beliau mengatakan agar tetap makan, minum, serta bergaul dan melakukan apa pun dalam satu rumah bersama istri, sekalipun mereka sedang haid, terkecuali melakukan jimak pada kemaluannya.
Terkait tafsir surah al-Baqarah ayat ke-222, Imam Muhammad ‘Alî ash-Shâbuniy dalam Rawâi’u al-Bayân Tafsîr Âyât Ahkâm (1980: 299-300) mengurai adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama. Perdebatan terfokus pada batas-batas mana saja yang menjadi larangan bagi suami untuk “mendekati” istrinya yang sedang haid. Perbedaan tafsir tak terelakkan ketika para ulama lebih jauh menelisik dan menyimpulkan hukum antara berpijak pada bunyi redaksi (manthûq) dan substansi (mafhûm) ayat tersebut.
Tausiah Islam
Informasi Dunia Islam