Histats

Pengorbanan Bunda Tidak Terbalas

Tausiah Islam - Seorang bunda mengintip dari lubang pintu di dekat dapur
. Mencoba menahan air matanya yang telah terkumpul di matanya yang telah mulai keriput. Hatinya sakit, setetes air mata yang ia tahanpun akhirnya jatuh membasahi pipi.
Baca Juga : Jangan Bersedih Ketika Kesulitan Mendera

Pengorbanan Bunda Tidak Terbalas

Pengorbanan Seorang Bunda

Ia terharu menonton keberhasilan anaknya, yang baru saja naik pangkat di Perusahaan tempat anaknya bekerja. Tapi layaknya seorang ibu, ia seharusnya berada di samping anaknya untuk ikut merasakan kebahagiaan. Dalam hati Ia membatin, “Selamat yaa Nak... Bunda juga tersanjung apabila menonton kau bahagia“, Suatu kalimat yang tulus dari lubuk hati paling dalam dari seorang Ibu. Air matanya menyiratkan kebahagiaan, tapi miris menonton kenyataan yang ada.
Baca Juga : Nikmat Islam serta Jalan Kami Berdakwah

Tiba-tiba ia teringat perkataan anaknya, “Pokoknya, kalau teman- kawan serta atasanku datang, Bunda tidak boleh ikut memperingati bersama kita di ruangan itu serta jangan sempat berjumpa dengan kawan alias atasanku“ kata anaknya dengan lantang, “dan Aku tidak mau mereka tahu kalau aku punya bunda dengan satu mata serta penyakitan. Sehingga Bunda lebih baik di dapur saja yaa“, Anaknya mengucapkan kata-kata itu dengan enteng, tanpa memikirkan perasaan ibunya. “Iya Nak“, Suatu jawaban yang begitu tulus dari mulut seorang ibu.

Anaknya yang lupa diri itu menikmati semua masakan bersama teman- temannya, semua makanan disiapkan oleh ibunya. Kemudian salah satu atasannya bertanya, “masakan siapa ini ? enak sekali“, - “Itu masakan Bunda saya, Pak“ jawab si anak itu, “Wah, masakannya enak sekali. Hinggakan salamku untuk Ibumu ya, katakan padanya bahwa saya menyukai masakannya yang lezat ini“, tutur atasannya terkagum-kagum , - “Baik pak!“ Jawab anak muda itu.

Beberapa waktu kemudian, si anak itu kembali naik jabatan, untuk merayakannya ia kembali mengadakan agenda makan-makan di rumah bersama teman-teman serta atasannya. Serta semacam sebelumnya, sang Bunda hanya ikut memperingati keberhasilan anaknya itu di dapur serta bersedih. Teman- kawan serta atasan si anak muda itu sangat menikmati masakan lezat sang Ibu. Masakan yang sangatlah lezat. Kemudian atasannya berkata, “pasti ini masakan ibumu, kan?“ , - “Iya, Pak“. “Di mana beliau sekarang?“ Sang anak kebingungan menjawab pertanyaan atasannya itu, ia mencoba mencari argumen supaya mereka tidak tahu keadaan Ibunya.

Tapi tiba-tiba atasannya menonton seorang ibu-ibu tua berada di dapur. Iapun segera menghampiri bunda itu serta berkata, “Ibu yang memasak semua masakan ini,kan?“ Bunda itu sedikit ragu serta menjawab “ii.iii...iiya, Pak“ - “Wah masakan Bunda enak sekali. Saya sangat menikmatinya. Tapi mengapa Bunda tidak ikut makan bersama kami?“ Pertanyaan atasan anak bunda itu membikin sang bunda terdiam.

Tiba-tiba si anak menghampiri Ibunya itu dengan menyeret ibunya dengan tutorial kasar ke belakang, “Kan aku telah bilang, Bunda tidak boleh berjumpa dengan atasan alias teman-temanku, Aku malu, bu!“ si anak sangat marah. “Maafkan Ibu, Nak...“. Bunda itu mencoba meminta maaf terhadap anaknya. Lalu anak itu mengatakan “cukup Bu !!! mulai kini Bunda tidak boleh tinggal bersamaku lagi“. Sambil menangis, Bunda itu semakin meminta maaf terhadap anaknya. Tapi anak itu semacam berusaha tidak memperdulikan ibunya.

Pada akhirnya, anak muda tersebut membelikan suatu rumah kecil untuk ditinggali ibunya. Faktor itu ia perbuat supaya tidak ada yang tahu keadaan ibunya. Kasihan sekali ibunya, telah sakit-sakitan serta dicampakan anaknya.

Kemudian sang anak kembali naik jabatan, hari ini merupakan jabatan tertinggi. Suatu agenda yang lebih besar telah ia persiapkan. Tanpa Ibunya untuk menyiapkan hidangan semacam biasanya. Ibunya mengenal berita suka cita itu serta si bunda menitipkan suatu surat terhadap seseorang untuk di berbagi terhadap anaknya. Dalam surat itu tertulis :

“Untuk Anakku tersayang....., Selamat atas keberhasilanmu, Nak... Bunda sangat bahagia. Maaf Bunda tidak dapat datang, sebab Bunda tahu kalian tidak mengharapkan kedatangan Ibu. Bunda tahu kalian malu dengan keadaan Ibu, seorang Bunda yang hanya punya satu mata serta penyakitan pula. Tapi butuh kalian ketahui Nak! salah satu mata ini kuberikan padamu, ketika kalian mengalami kecelakaan waktu kecil. Bunda rela Nak.. Bunda rela... Asalkan kalian bahagia......“