Tausiah Islam - Seperti kami ketahui bersama bahwa wanita haidh barulah
boleh disetubuhi apabila telah mandi lebih dahulu. Semacam diterangkan dalam tulisan di sini.
Kenapa faktor ini tak sama dengan wanita yang mengalami junub? Misalnya, istri yang telah disetubuhi suami, berarti dalam keadaan junub. Apabila suami ingin mengulangi hubungan suami-istri, tak wajib bagi istri mandi wajib, tetapi dapat langsung mengulangi hubungan suami-istri. Lihat di sini bagaimana tutorial mengulangi hubungan suami-istri.
Apa argumen wanita haidh serta wanita junub dibedakan?
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Hadats haidh yang tersedia pada wanita haidh menyebabkan ia tak boleh disetubuhi. Hadats haidh tersebut barulah hilang apabila mandi (setelah darah berhenti). Faktor ini tak sama dengan hadats pada orang yang junub. Orang yang junub tidaklah dilarang berhubungan. Larangan tersebut sama sekali tak ada pada orang yang junub.” (Badai’ul Fawaidh, dinukil dari Al Furuq Al Fiqhiyyah, 1: 425).
Apa dalilnya kenapa wanita haidh baru boleh disetubuhi seusai mandi?
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, jadi campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. ” (QS. Al Baqarah: 222). “Apabila mereka telah suci” yang dimaksud merupakan seusai mereka mandi. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas.
Sedangkan untuk orang yang junub tak dipersyaratkan untuk mandi lebih dahulu apabila ingin mengulangi persetubuhan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
“Maka kini campurilah mereka serta ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Adapun dalil dari hadits merupakan hadits yang tersedia dalam Shahih Muslim,
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya lalu ia ingin mengulanginya, jadi hendaklah ia berwudhu.” Abu Bakr dalam haditsnya menambahkan, “Hendaklah menambahkan wudhu di antara kedua hubungan suami-istri tersebut.” Lalu ditambahkan, “Jika ia ingin mengulangi hubungan suami-istri.” (HR. Muslim no. 308).
Di dalam hadits di atas disebutkan bolehnya menyetubuhi istri kedua kalinya serta tak dipersyaratkan mandi baik untuk suami alias pun istrinya.
Kesimpulannya, tak boleh menyetubuhi wanita yang telah suci dari haidh hingga ia mandi. Faktor ini tak sama dengan persoalan junub. Semoga paham bakal perbedaan dua faktor ini.
Semoga bermanfaat.
boleh disetubuhi apabila telah mandi lebih dahulu. Semacam diterangkan dalam tulisan di sini.
Baca Juga : Kisah Mengenai Kesabaran Seorang Ayah
Kenapa faktor ini tak sama dengan wanita yang mengalami junub? Misalnya, istri yang telah disetubuhi suami, berarti dalam keadaan junub. Apabila suami ingin mengulangi hubungan suami-istri, tak wajib bagi istri mandi wajib, tetapi dapat langsung mengulangi hubungan suami-istri. Lihat di sini bagaimana tutorial mengulangi hubungan suami-istri.
Baca Juga : 3 Cara Ampuh Agar Mudah Bangun Shubuh
Apa argumen wanita haidh serta wanita junub dibedakan?
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Hadats haidh yang tersedia pada wanita haidh menyebabkan ia tak boleh disetubuhi. Hadats haidh tersebut barulah hilang apabila mandi (setelah darah berhenti). Faktor ini tak sama dengan hadats pada orang yang junub. Orang yang junub tidaklah dilarang berhubungan. Larangan tersebut sama sekali tak ada pada orang yang junub.” (Badai’ul Fawaidh, dinukil dari Al Furuq Al Fiqhiyyah, 1: 425).
Apa dalilnya kenapa wanita haidh baru boleh disetubuhi seusai mandi?
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
“Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, jadi campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. ” (QS. Al Baqarah: 222). “Apabila mereka telah suci” yang dimaksud merupakan seusai mereka mandi. Demikianlah yang ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas.
Sedangkan untuk orang yang junub tak dipersyaratkan untuk mandi lebih dahulu apabila ingin mengulangi persetubuhan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat,
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“Maka kini campurilah mereka serta ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Adapun dalil dari hadits merupakan hadits yang tersedia dalam Shahih Muslim,
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ ». زَادَ أَبُو بَكْرٍ فِى حَدِيثِهِ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا وَقَالَ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يُعَاوِدَ
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian menyetubuhi istrinya lalu ia ingin mengulanginya, jadi hendaklah ia berwudhu.” Abu Bakr dalam haditsnya menambahkan, “Hendaklah menambahkan wudhu di antara kedua hubungan suami-istri tersebut.” Lalu ditambahkan, “Jika ia ingin mengulangi hubungan suami-istri.” (HR. Muslim no. 308).
Di dalam hadits di atas disebutkan bolehnya menyetubuhi istri kedua kalinya serta tak dipersyaratkan mandi baik untuk suami alias pun istrinya.
Kesimpulannya, tak boleh menyetubuhi wanita yang telah suci dari haidh hingga ia mandi. Faktor ini tak sama dengan persoalan junub. Semoga paham bakal perbedaan dua faktor ini.
Semoga bermanfaat.